I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan
merupakan proses membimbing, membina, mengajarkan manusia agar manusia dapat
mengetahui berbagai hal, dan dapat mengetahui apa yang seharusnya dilakukan
olehnya sebagai mahluk yang disebut manusia, oleh karena itu pendidikan
merupakan kebutuhan setiap manusia, dengan adanya pendidikan manusia akan mampu
melakukan apapun yang dia inginkan, dengan pendidikan manusia dapat
mengembangkan potensi dalam dirinya serta mengembangkan akal pikirannya
sehingga dalam melakukan segala sesuatu manusia tidak me-ngalami kesalahan yang
fatal. Pendidikan terhadap manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
diantaranya faktor keluarga, dan lingkungan tempat manusia hidup dan bergaul.
Pendidikan yang baik akan menjadikan manusia tersebut baik pula dan sebaliknya
pendidikan yang buruk akan mengakibatkan buruk pula bagi manusia yang
mengalaminya.
Mengenai
pendidikan banyak sekali pemikiran-pemikiran para cendikiawan mengenai
pendidikan terhadap manusia baik cendikiawan islam ataupun cendikiawan
non-islam. Pemikiran para ahli mengenai pendidikan sangat beragam, namun banyak
pula kesamaan pemikiran.
Di dalam
makalah ini kami akan menjabarkan tentang salah seorang cendikiawan muslim
bernama Ibn Khaldun. Termasuk di dalam makalah ini adalah tentang pemikiran
beliau tentang konsep pendidikan, karya-karya, serta riwayat hidup Ibn Khaldun
yang mengesankan.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
biografi Ibn Khaldun ?
2. Bagaimana
karya-karya dari Ibn Khaldun ?
3. Bagaimana
pemikiran Ibn Khaldun mengenai konsep pendidikan ?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui biografi dari Ibn Khaldun.
2. Untuk
mengetahui apa saja karya-karya Ibn Khaldun.
3. Untuk
mengetahui bagaimana pemikiran Ibn Khaldun mengenai konsep pendidikan.
II. PEMBAHASAN
A. Biografi
Ibn Khaldun
Wali
ad-Din Abu Zaid Abdurrahman bin Muhammad Ibn Khaldun al-Hadrami al-Ishbili,
disingkat Ibn Khaldun. lahir di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332 M dan wafat di
Kairo pada 17 Maret 1406.[1]
Ibn
Khaldun adalah keturunan keluarga yang terkenal dan ber-pengaruh serta
terpelajar yang hidup pada masa penakhlukkan Andalusia. Dia dibesarkan dalam
pangkuan ayahnya yang sekaligus merupakan guru pertamanya. Bersama ayahnya ia
di ajari membaca al-Qur’an dan meng-hafalnya serta mempelajari berbagai macam
qira’at dan penafsirannya, sekaligus belajar hadits dan fiqih. Selain dari
ayahnya, ia juga diajari tata bahasa dan retorika oleh ulama terkenal di
Tunisia.[2]
Lebih lanjut, berikut ini dituliskan guru-guru yang sempat dihampiri oleh Ibn
Khaldun untuk belajar, yaitu: Bidang bahasa adalah Abu Abdillah Muhammad Ibn Al-‘Arabi
al-Hasyayiri, Abu al-‘Abbas Ahmad ibn al-Qassar, Abu ‘Abdillah Ibn Bahar. Bidang keilmuan hadits, Syamsuddin
Abu ‘Abdillah al-Wadiyasi. Bidang fiqh, ia belajar pada sejumlah guru, di antaranya Abu
‘Abdillah mUhammad al-Jiyani dan Abu Qahiri. Selain ilmu-ilmu keislaman, Ibn
Khaldun juga belajar ilmu-ilmu rasional (filosofis), yaitu teologi, logika,
ilmu alam, matematika dan astronomi, kepada Abu’Abdillah Muhammad ibn Al-Abili.
Dalam masa
mudanya yang belum genap 20 tahun, Ibn Khaldun telah terlibat dalam berbagai
intrik politik. Libido politiknya yang cukup tinggi membuatnya sangat menikmati
dunia politik yang keras dan penuh intrik tersebut. Dalam dunianya ini, Ibn
Khaldun tercatat sebagai peng-khianat karena seringnya ia berganti tuan demi
sebuah jabatan. Hal ini terus berlangsung hingga akhirnya ia sampai pada titik
jenuh dan memutuskan untuk meninggalkan panggung politik tersebut dan
mengukuhkan diri bersama keluarga di Qal’at ibn Salamah.
Dalam masa
kontemplasi di Qal’at ibn Salamah inilah kemudian ia menyelesaikan sebuah karya
menumentalnya (al- Muqaddimah), yang hingga hari ini masih menjadi santapan
intelektual bagi para sarjana diberbagai penjuru dunia.
Setelah
empat tahun tinggal di Qal’at Ibn Salamah, perjalan hidup nya di lanjutkan di
Mesir. Di tempat tinggal barunya ini ia disibukkan dengan berbagai kegiatan
seperti guru, qadi, diplomat dan kegiatan kenegaraan lainnya. Sebagai seorang
guru, ia cukup dikagumi karena kemampuan mengajarnya yang membuat semua orang
terpukau. Sedangkan sebagai qadi dari mazhab maliki, ia menunaikan tugasnya
dengan seadil-adilnya.[3]
Selanjutnya,
tidak banyak catatan menarik dari kehidupannya di Mesir kecuali dua hal,
pertama, karirnya sebagai qadi yang bongkar pasang karena sebanyak enam kali.
Dan berikutnya, adalah pertemuannya dengan Timurlane, seorang penakluk dari
Mongol (1401), dimana ia sempat tinggal selama 35 hari dalam tenda Timur. Lima
tahun pasca pertemuan tersebut, tepatnya 17 Maret 1406 Ibn Khaldun wafat dalam jabatannya
sebagai qadi mazhab Maliki yang ke-enam kalinya.
B.
Karya-Karya
Ibn Khaldun
Ibn Khaldun sudah memulai kariernya dalam bidang
tulis menulis semenjak masa mudanya, tatkala ia masih menuntut ilmu
pengetahuan, dan kemudian dilanjutkan ketika ia aktif dalam dunia politik dan pemerintahan.
Adapun hasil karya-karyanya yang terkenal di antaranya adalah:[4]
1. Kitab Muqaddimah
Merupakan
buku pertama dari kitab al-‘Ibar, yang terdiri dari bagian muqaddimah
(pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari
seluruh persoalan, dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibn Khaldun
menjadi begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini adalah gejala-gejala sosial
dan sejarahnya.
2. Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’
wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min
dzawi as-Sulthani al-‘Akbar.
Atau
“Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman Akhir yang
mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-orang Arab, Non-Arab, dan Barbar,
serta Raja-raja Besar yang Semasa dengan Mereka”, yang kemudian terkenal dengan
kitab ‘Ibar, yang terdiri dari tiga buku dan beberapa jilid.
3. Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa
Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban (al-Ta’rif).
Oleh
orang-orang Barat disebut dengan Autobiografi, merupakan bagian terakhir dari
kitab al-‘Ibar yang berisi tentang beberapa bab mengenai kehidupan Ibn Khaldun.
Dia menulis autobiografinya secara sistematis dengan menggunakan metode ilmiah,
karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling berhubungan antara satu dengan yang
lain.
C.
Konsep
Pendidikan Ibn Khaldun
1. Tujuan Pendidikan
Ibn Khaldun
berpendapat bahwa tujuan pendidikan beraneka ragam dan bersifat universal.
Samsul Kurniawan dan Erwin Mahrus menyebutkan tiga tujuan pendidikan menurut
Ibn Khaldun, yaitu:
a. Tujuan peningkatan pemikiran
Ibn
Khaldun memandang bahwa salah satu tujuan pen-didikan adalah memberikan
kesempatan pada akal untuk lebih giat dan melaksanakan aktivitas. Hal ini dapat
dilakukan melalui proses menuntut ilmu dan keterampilan.
Dengan
menuntut ilmu dan ketrampilan, seseorang akan dapat meningkatkan kegiatan
potensi akalnya. Di samping itu, melalui potensinya, akan mendorong manusia
untuk memperoleh dan melestarikan pengetahuan. Melalui proses belajar, manusia
senantiasa mencoba meneliti pengetahuan-pengetahuan atau informasi-informasi
yang diperoleh oleh pendahulunya.
Atas
dasar pemikiran tersebut, tujuan pendidikan menurut Ibn Khaldun adalah
peningkatan kecerdasan manusia dan ke-mampuannya berfikir. Dengan kemampuan
tersebut, manusia akan dapat meningkatkan pengetahuanya dengan cara memperoleh
lebih banyak warisan pengetahuan pada saat belajar.
b. Tujuan peningkatan kemasyarakatan
Menurut
Ibn Khaldun, ilmu dan pengajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat ke arah yang lebih baik. Semakin dinamis budaya suatu
masyarakat, semakin bermutu dan dinamis pula keterampilan masyarakat tersebut.
Untuk itu, manusia seyogyanya berusaha memperoleh ilmu dan keterampilan
sebanyak mungkin sebagai salah satu cara membantunya untuk dapat hidup dengan
baik dalam masyarakat yang dinamis dan berbudaya.
c. Tujuan pendidikan dari segi
keruhanian
Tujuan
pendidikan dari segi keruhanian adalah dengan meningkatkan keruhanian
manusia dengan menjalankan praktik ibadah, dzikir, khalwat (menyendiri), dan
mengasingkan diri dari khalayak ramai sedapat mungkin untuk tujuan ibadah
sebagaimana yang dilakukan para sufi.[5]
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pendidikan bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan ilmu pe-ngetahuan akan
tetapi juga untuk mendapatkan keahlian. Dia telah memberikan porsi yang sama
antara apa yang akan dicapai dalam urusan akhirat dan duniawi, karena baginya
pendidikan adalah jalan untuk memperoleh rizki. Maka atas dasar itulah Ibn
Khaldun beranggapan bahwa target pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada
pikiran untuk aktif dan bekerja, karena dia memandang aktivitas ini sangat
penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu. Karena kematangan
berfikir adalah alat kemajuan ilmu industri dan sistem sosial.
2. Klasifikasi Ilmu
Ibn
Khaldun membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Ilmu Lisan (bahasa)
Yaitu ilmu
tentang tata bahasa (gramatika) sastra atau bahasa yang tersusun secara puitis
(syair).
b. Ilmu Naqli
Yaitu ilmu
yang diambil dari kitab suci dan sunah Nabi. Ilmu ini berupa membaca kitab suci
Al-Qur’an dan tafsirnya, sanad dan hadits yang pentashihannya serta istimbat
tentang kaidah-kaidah fiqih. Dengan ilmu ini manusia dapat mengetahui
hukum-hukum Allah yang diwajibkan kepada manusia.
c. Ilmu Aqli
Yaitu ilmu
yang diperoleh manusia melalui kemampuan berfikir. Proses perolehannya
dilakukan melalui panca indra dan akal.[6]
Ibn
Khaldun menyusun ilmu-ilmu naqli sesuai dengan manfaat dan kepentingan bagi
peserta didik kepada beberapa ilmu, yaitu:
1. Al-Qur’an
2. Ulumul Qur’an
3. Ulumul Hadits
4. Ushul Fiqih
5. Fiqih
6. Ilmu Kalam
7. Ilmu Tasawuf
8. Ilmu Ta’bir al-Ru’ya
Sedangkan
untuk ilmu aqli, Ibn Khaldun membaginya menjadi empat kelompok, yaitu:
1. Ilmu Logika
2. Ilmu Fisika
3. Ilmu Metafisika
4. Ilmu Matematika.[7]
3.
Sifat-Sifat
Pendidik
Dalam
melaksanakan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode
mengajar yang efektif dan efisien. Dalam hal ini Ibn Khaldun mengemukakan 6
prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik, yaitu:
a. Prinsip pembiasaan
b. Prinsip tadrij (berangsur-angsur)
c. Prinsip pengenalan umum
(generalistik)
d. Prinsip kontinuitas
e. Memperhatikan bakat dan kemampuan
peserta didik
f. Menghindari kekerasan dalam
mengajar.[8]
Seorang
pendidik akan berhasil dalam tugasnya apabila memiliki sifat-sifat yang
mendukung profesionalismenya. Sifat-sifat tersebut antara lain:
a. Pendidik hendaknya memiliki sifat
lemah lembut, senantiasa menjauhi sifat kasar, dan menjauhi hukuman yang
merusak fisik dan psikis peserta didik, tertutama terhadap peserta didik yang
masih kecil.
b. Pendidik hendaknya menjadikan
dirinya sebagai uswatun khasanah (teladan yang baik) bagi peserta didik.
c. Pendidik hendaknya memperhatikan
kondisi peserta didik dalam memberikan pengajaran sehingga metode dan materi
dapat di-sesuaikan secara proposional.
d. Pendidik hendaknya mengisi waktu
luang dengan aktivitas yang berguna.
e. Pendidik harus profesional dan
mempunyai wawasan yang luas tentang peserta didik, terutama yang berkaitan
dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwanya, serta kesiapan untuk menerima
pelajaran.[9]
4.
Peserta
Didik
Dalam
kaitannya dengan peserta didik, Ibn Khaldun melihat manusia tidak terlalu
menekankan pada segi kepribadiannya sebagaimana yang acapkali dibicarakan para
filosof, baik itu filosof dari golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak
melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok
yang ada di masyarakat.
Peserta didik merupakan orang yang
belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu
dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani
maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun
perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat,
kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.
Pada
dasarnya peserta didik adalah:
a. Peserta
didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya
sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka
dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa,
bahkan dalam aspek metode, mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan
yang digunakan dan sebagainya.
b. Peserta
didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan
pertumbuhan. Aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta
didik. Karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor-faktor usia
dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
c. Peserta
didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik menyangkut kebutuhan jasmani
maupun kebutuhan rohani yang harus dipenuhi.
d. Peserta
didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual (diferensiasi
individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di
mana ia berada.
e. Peserta
didik merupakan resultan dari dua unsur alam, yaitu jasmani
dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan
pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohani
memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal
maka proses pendidikan hendaknya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk
mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
f. Peserta
didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis.[10]
5.
Kurikulum
Berbeda dengan pengertian kurikulum modern yang telah
mencakup konsep lebih luas dan setidaknya terdiri dari tiga point penting,
yaitu; mencakup kurikulum yang memuat isi dan materi pelajaran, kurikulum
sebagai rencana pembelajaran dan kurikulum sebagai pengalaman belajar. Pengertian kurikulum pada masa Ibn
Khaldun masih cukup sempit, yaitu terbatas pada maklumat-maklumat dan
pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran
yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional yang tertentu, yang
dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan. Pengertian yang sempit terhadap
kurikulum pada zaman itu tidak saja berlaku pada dunia Islam, bahkan juga di
sebahagian negeri-negeri Timur, negeri-negeri Afrika yang bukan Islam, bahkan
negeri-negeri Barat.[11]
Kembali kepada ibn Khaldun, dalam pembahasannya mengenai
kurikulum ibn Khaldun mencoba membandingkan kurikulum-kurikulum yang berlaku
pada masanya, yaitu kurikulum pada tingkat rendah yang terjadi di negara-negara
Islam bagian Barat dan Timur. Dari hasil analisis komparasinya, disimpulkan
bahwa kurikulum pendidikan yang diajarkan kepada peserta
didik setidaknya meliputi tiga hal, yaitu: pertama, kurikulum sebagai
alat bantu pemahaman (ilmu bahasa, ilmu nahwu, balagah dan syair). Kedua,
kurikulum sekunder yaitu matakuliah untuk mendukung memahami Islam (seperti
logika, fisika, metafisika, dan matematika). Ketiga, kurikulum primer
yaitu inti ajaran Islam (ilmu Fiqh, Hadist, Tafsir, dan sebagainya).
III. PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Ibn
Khaldun. lahir di Tunisia pada tanggal 27 Mei 1332 M dan wafat di Kairo pada 17
Maret 1406. Diadibesarkan dalam pangkuan ayahnya yang sekaligus merupakan guru
pertamanya. Bersama ayahnya ia di ajari membaca al-Qur’an dan menghafalnya
serta mempelajari berbagai macam qira’at dan penafsirannya, sekaligus belajar
hadits dan fiqih. Selain dari ayahnya, ia juga diajari tata bahasa dan retorika
oleh ulama terkenal di Tunisia
Ia juga
mempelajari beberapa bidang oleh bebeapa guru, seperti bidang bahasa oleh Abu
Abdillah Muhammad Ibn Al-‘Arabi al-Hasyayiri, Abu al-‘Abbas Ahmad ibn
al-Qassar, Abu ‘Abdillah Ibn Bahar. Bidang keilmuan hadits, Syamsuddin Abu ‘Abdillah al-Wadiyasi.
Bidang fiqh, ia belajar pada sejumlah
guru, di antaranya Abu ‘Abdillah mUhammad al-Jiyani dan Abu Qahiri. Selain
ilmu-ilmu keislaman, Ibn Khaldun juga belajar ilmu-ilmu rasional (filosofis),
yaitu teologi, logika, ilmu alam, matematika dan astronomi, kepada Abu’Abdillah
Muhammad ibn Al-Abili
2. Karya-karya termasyhur dari Ibn
Khaldun, ialah :
a. Kitab Muqaddimah (gejala-gejala
sosial dan sejarahnya).
b. Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’
wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min
dzawi as-Sulthani al-‘Akbar (Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan
dan Zaman Akhir yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-orang Arab,
Non-Arab, dan Barbar, serta Raja-raja Besar yang Semasa dengan Mereka)
c. Kitab al-Ta’rif bi Ibn Khaldun wa
Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban (al-Ta’rif). (berisi tentang beberapa bab mengenai
kehidupan Ibn Khaldun).
3. Konsep pendidikan menurut Ibn
Khaldun, meliputi :
a.
Tujuan
Pendidikan
Ibn
Khaldun berpendapat bahwa tujuan pendidikan beraneka ragam dan bersifat
universal
b.
Klasifikasi
Ilmu
1.
Ilmu
Lisan (bahasa)
2.
Ilmu
Naqli
3. Ilmu Aqli
c.
Sifat-Sifat
Pendidik
Dalam hal
ini Ibn Khaldun mengemukakan 6 prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik,
yaitu:
1.
Prinsip
pembiasaan
2. Prinsip tadrij (berangsur-angsur)
3. Prinsip pengenalan umum
(generalistik)
4.
Prinsip
kontinuitas
5.
Memperhatikan
bakat dan kemampuan peserta didik
6.
Menghindari
kekerasan dalam mengaja
d. Peserta Didik
Dalam kaitannya
dengan peserta didik, Ibn Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada
segi kepribadiannya sebagaimana yang acapkali dibicarakan para filosof, baik
itu filosof dari golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak melihat
manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di
masyarakat.
e.
Kurikulum
Pendapat Ibn Khaldunmengenai
kurikulum cukup sempit, yaitu terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetahuan
yang di-kemukakan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang
terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional yang tertentu, yang dikaji
oleh murid dalam tiap tahap pendidikan. Pengertian yang sempit terhadap
kurikulum pada zaman itu tidak saja berlaku pada dunia Islam, bahkan juga di
sebahagian negeri-negeri Timur, negeri-negeri Afrika yang bukan Islam, bahkan
negeri-negeri Barat
B.
Saran
Setelah melihat tentang bagaimana
konsep pendidikan dari Ibn Khaldun, sudah seharusnya para pendidik ataupun
calon pendidik dapat menerapkan konsep-konsep tersebut dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas. Sehingga, kedepannya akan didapati para peserta didik yang
memiliki akhlak serta moral yang baik dan dapat berguna bagi Agama dan Negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Syafii Ma’arif, Ibnu Khaldun
Dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur, Jakarta; Gema Insani Press, 1996
Muhammad Abdullah Enan, Biografi Ibnu
Khaldun, Jakarta; Mizan, 2003
Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2003
Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak
Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan
Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan
Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers,
2002
Moh. Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum
Pendidikan, Yogyalarta: Divapress, 2010
[1]
Ahmad Syafii Ma’arif, Ibnu Khaldun Dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur,
(Jakarta; Gema Insani Press, 1996), hal. 11
[2]
Muhammad Abdullah Enan, Biografi Ibnu Khaldun, (Jakarta; Mizan, 2003),
hal. 21
[3]
Ahmad Syafii Ma’arif, Ibnu Khaldun Dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur,
hal. 17
[4]
Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan
Pola Pemikiran Islam, ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), hal. 20.
[5]
Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Yogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 103-104.
[6]
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997), hal. 175-176.
[7]
Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, hal. 105-106
[8]
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 94-95
[9]
Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, hal. 107-108
[10]
http://radenkangmasfadil.blogspot.com/2011/04/konsep-pendidikan-dalam-perspektif-ibnu.html,
di akses pada 23-3-2015, jam 17:41 WITA.
[11]
Moh. Yamin, Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan, (Yogyalarta: Divapress,
2010), hal. 35.
No comments:
Post a Comment